Bab 5 : Gerakan Freemasonry di Asia Tenggara
PADA setiap negara, nama perkumpulan Free-masonry itu berbeda-beda. Ada yang bersifat lokal ada pula yang merupakan cabang dari luar negeri, ada pula yang menghimpun semua aliran pemuda dan organisasi kepemudaan dari segala macam gerakan: Katholik, Budha, Islam, Protestan, sekuler, sosialis, kebangsaan dan sebagainya. Tetapi pimpinannya harus seorang anggota Freemasonry, ada juga seorang yang bodoh dalam agama lalu diasuh Freemason. Karena dianggap mengun-tungkan bagi penguasa, maka aliran-aliran Free-masonry didukung oleh penguasa, dan kebanyakan dari penguasa itu sendiri buta tuli tentang gerakan Freemasonry, dan hanya melihatnya sebagai gerakan amal kebajikan umum. Jika kita kaji, hampir semua gerakan masa atau organisasi masa yang berupa organisasi politik ataupun organisasi amal, telah dimasuki jarum-jarum Freemasonry. Hampir semua organisasi kebangsaan di dunia ini, mendasarkan ide gerakannya pada prinsip-prinsip Freemasonry. Dan salah satu ciri khasnya, hampir semua organisasi kebangsaan bersikap anti pati, atau sekurang-kurangnya melirik dengan cibiran bibir terhadap Islam. Freemasonry di negara-negara Asia dapat disebutkan antara lain: Thailand dan Malaysia Aliran Freemasonry dimasukkan oleh orang-orang Inggris dan Perancis yang ingin menguasai Siam sehingga menimbulkan krisis Siam. Krisis Siam mulai 1893-1896 M. Freemasonry yang dimasukkan oleh orang Siam, berupa gagasan-gagasan sekularisasi yang diteri-manya manakala orang-orang Siam itu belajar di luar negeri seperti di Inggris. Diantara orang Freemasonry yang terkenal di Siam adalah Pridi Banamyong dan Phya Bahol Sena atau Bahol Balabayuha pada 1955 M. Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, diantara kesultanan yang terbesar adalah ‘Patani’. Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani pertama yang memeluk Islam ialah Ismailsyah. Usaha-usaha Siamisasi yang sejalan dengan Freemasonry itu: Pada 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha. Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja. Orang-orang Islam tidak diperbolehkan mempu-nyai partai politik yang berasas Islam bahkan segala organisasi pun harus berasaskan: ‘Kebang-saan’. Pemerintah pun membentuk semacam pangkat mufti yang dinamakan Culamantri, biasanya yang diangkat itu seorang alim yang dapat menjilat dan dapat memutar balik ayat sehingga ia memfatwakan haram melawan kekuasaan Budha. Pada saat-saat tertentu dipamerkan pula segala persenjataan berat, alat-alat militer. Lalu mereka mengundang ulama Islam untuk melihat-lihat, dengan harapan akan tumbuh rasa takut untuk berontak. Di Malaysia, Freemasonry dan segala unsur pahamnya itu dimasukkan oleh penjajah Inggris sehingga orang-orang cerdik pandai Malaysia itupun berpaham sekuler dan berpihak pada Inggris ataupun ingin bebas tetapi tidak mau berasaskan Islam walaupun mereka sendiri mengaku ber-agama Islam. Segala upacara yang sekuler dikerjakan dan Islam hanya terbatas pada adat, karena jarum Freemasonry telah masuk dalam tubuh gerakan kemerdekaan, maka partai-partai pun tidak mau berdasarkan Islam dan tetap sekuler walaupun adat agama adakalanya dibawa juga seperti salam dan bismillah seperti tercantum dalam konstitusinya itu. Di Birma kaum Freemasonry dibawa oleh Inggris di antara tokoh-tokohnya yang terkenal : Thakin. Islam di Birma hampir mengalami seperti di Thailand bahkan ada usaha mengusir mereka ataupun menjadikannya mereka sekuler, Islam banyak terdapat di Arakan dan Semelang pada tanah yang berbatasan dengan Patani. Di Filipina umat Islam dikikis habis tetapi tetap bertahan tak mengenal menyerah, paham-paham Freemasonry dimasukkan oleh U.S.A. Sehingga terdapat gerakannya yang berterang-terang. Singapura : Orang-orang Freemasonry Asia Tenggara biasa mengadakan semacam musyawarah lengkap dengan bantuan pemerintah Singapura sendiri, datanglah utusan-utusan dari Kampuchea, Indo-nesia, Laos, Malaysia, Singapura sendiri, Birma dan beberapa peninjau dari Australia, Inggris dan Israel. Indonesia: Menurut analisis kaum orientalis, bahwa bangsa-bangsa Asia Tenggara itu mudah untuk dimasuki jarum-jarum Freemasonry, karena ada tabiat umum yang disebut Tiga Tabiat Tercela, yaitu.: Malas, Pendek Pikiran dan Suka Latah. Dengan memanfaatkan ketiga sifat itulah, kaum Freemasonry bergerak di Asia Tenggara, mendapatkan tempat yang subur di Indonesia, sekali-pun penduduknya mayoritas beragama Islam. Akan tetapi sebagian besar dari mereka, tidak menganut ajaran Islam yang sesungguhnya. Mereka ini, di Jawa disebut kaum abangan; dan di daerah lainnya, walaupun mereka itu mengaku beragama Islam tetapi tidak berjiwa Islam, adat istiadatnya yang merupakan campuran adat setempat, animis, Hindu, Budha dan Nasrani. Menurut Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, kerajaan-kerajaan seperti Demak di Jawa, kerajaan Bone di Sulawesi, kerajaan Pagarruyung di Sumatra walaupun disebut kerajaan Islam tetapi dalam tata cara dan adat istiadat mereka masih memuja benda-benda azimat hukum rajam, potong tangan dan sebagainya, belum pernah diberlaku-kan di kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia itu. Bahkan jika kita perhatikan keadaan Yogyakarta dan Surakarta yang di anggap bekas Islam itu yang tampak hanya upacara ‘syirik’. Gerakan kembali kepada Qur’an dan Sunnah di Indonesia, mendapat tantangan berat dari penguasa dan juga dari kalangan mereka yang disebut muslim. Freemasonry dengan segala pengaruhnya itu telah masuk ke Indonesia sejak masa penjajahan. Gerakan-gerakan kesukuan seperti Budhi Utomo, Paguyuban Pasundan dan sebagainya. Dalam tingkah gerak dan upacara para pimpinannya, sejalan dengan paham Freemasonry dalam mem-benci Islam. Ki Hajar Dewantara yang dianggap tokoh Nasional itu telah memasukkan paham Freemasonry pada anak didiknya. Taman Siswa adalah sebuah lembaga pendidikan sekuler yang anti pati terhadap Islam, ia menolak pendidikan agama dan ia membuat pendidikan moral sendiri yang disebut Budi Pekerti. Dalam kepercayaannya seolah-olah menolak adanya Tuhan Maha Pengatur, segala sesuatu itu ia sebutkan sebagai Kodrat alam. Taman Siswa berusaha menjauhkan anak-anak Islam dari agamanya sendiri, jadilah ia anak sekuler anak yang acuh terhadap agama atau menjadilah ia anak yang menganggap bahwa semua agama itu sama dan semua agama itu baik. Partai-partai kebangsaan di Indonesia berpola dari partai kebangsaan Perancis ciptaan: Free-masonry. Sejak awal penjajahan Belanda, mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk melumpuhkan Islam itu dengan jalan-jalan politik Freemasonry. Seperti misalnya, memberikan para alim ulama surat pengangkatan, dan menetapkan buku-buku pedo-man yang boleh jadi rujukan, dan buku apa yang terlarang supaya mereka mendidik murid-murid-nya terbatas pada rukun Iman, atau rukun Islam saja ditambah hikayat-hikayat yang penuh takhayul. Selain itu, pemerintah Belanda mengambil beberapa orang keturunan Yahudi Belanda untuk mengendalikan umat Islam di Indonesia, maka diputuslah: Gobe, Snock van Horgronje, Van der Plass dan Pada tahun 1914 datanglah ke Semarang orang-orang sosialis dan aktifis Freemasonry Belanda, mereka sengaja didatangkan untuk memporak porandakan Sarikat Islam. Mereka adalah: H.F.J.M Sneevliet, J.A. Brandsteder, H.W. Deker dan P. Bergsma. Mereka mendirikan Indische Sociaal Democratiesche Vereniging. Pada tahun 1917 M gerakan Freemasonry membangun jaringan-jaringan pada Sarikat Islam. Selanjutnya, pada tahun 1918 M Sarikat Islam pun dapat di pecah belah dalam dua aliran, yakni Sarikat Islam sebagai asas, lalu Sarikat Islam yang telah dimasuki Freemasonry itu dengan unsur-unsur Marxisme-nya, dinamakanlah Sarikat Islam Kiri atau Revolusioner Sosial dan di pimpin oleh Muso, Alimin, Tan Malaka dan sebagainya. Pada tahun 1920 I.S.D.V dengan politik Free-masonrynya itu sengaja memecah diri, ada aliran kanan yang dinamakan Indische Sociaal Demokrasi dan ada aliran kiri yang menyatukan diri dengan Sarikat Islam Kiri menjadilah ‘Sarikat Merah’, Sarikat Merah pun pada awal 1919 M mengirimkan utusannya ke Moskwa, dalam membentuk Komin-tern (Komunis Internasional) yang berpusat di Kremlin Moskwa itu. Pada 23 Mei 1920 M terbentuklah Partai Komu-nis Indonesia dibawah pimpinan Semaun, Darsono, anggotanya : Baars. Pada 12 Nopember 1926 timbullah Partai Nasional Indonesia dan Gerindo, Partai Nasional Indonesia itu berasaskan Marhaenisme, paham marhaen yang di ambil dari nama seorang petani Bandung: Marhaen, yang kemudian menjadi akronim dari Marxisme, Haegel dan Nasionalisme. Di Indonesia pada masa itu banyak timbul gerakan-gerakan Partai Nasional, dan sering menumbulkan perdebatan dengan tokoh-tokoh Islam, karena sikap golongan kebangsaan yang menghina Islam. Ir. Soekarno pada satu segi menerima Islam yang dibawakan oleh almarhum Ustadz Hassan bin Ahmad, tetapi dalam segi lain Soekarno menolaknya, ia tidak mau menjadikannya sebagai asas. Pada hakekatnya kaum Nasionalisme itu menolak Islam walaupun sebagian anggotanya itu mengaku beragama Islam. Mereka hanya meng-anggap Islam hanya salah satu adat dan keper-cayaan bangsa Arab, bahkan pernah salah seorang diantara mereka mengatakan: ‘Digul lebih baik dari pada Mekah!’. Jika kita teliti gerak-gerik kaum kebangsaan, ucapan-ucapannya, tulisan-tulisannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa mereka sebenarnya adalah pelaksana dari program Freemasonry di Indonesia.? Bersambung ke Bab 06 |
Leave a comment